Kita tentu sudah tahu bahwa
telur ayam punya banyak sekali nutrisi kesehatan yang terkandung
di dalamnya. Asupan gizi harian kita sedikit banyak butuh protein hewani dari
telur untuk tetap dalam kondisi yang prima. Tak hanya itu, telur banyak sekali
dibutuhkan untuk berbagai olahan, mulai dari masakan, kue, bahkan minuman.
banyak pula yang memanfaatkan telur untuk masker yang bisa menambah kecantikan dan kesehatan kulit.
Namun banyak sekali mitos tentang telur di luar sana yang
belum tentu benar. Padahal telur unggas ini sudah secara luas dimanfaatkan oleh
kehidupan manusia. Hal ini sedikit banyak membuat orang ragu-ragu untuk
mengonsumsi telur dengan berbagai nutrisi yang terkandung di dalamnya.
Berikut beberapa asumsi yang salah tentang telur ayam yang
perlu Anda ketahui.
1. Setiap telur adalah bayi
ayam
Mungkin banyak orang yang berasumsi demikian, karena
membandingkan dengan manusia yang sel telurnya berfungsi untuk dibuahi dan akan
menghasilkan keturunan. Namun hal ini berbeda dengan ayam. Para peternak ayam
petelur tidak perlu meletakkan pejantan agar mereka bisa bertelur, karena ayam
betina akan tetap bertelur meski tak dibuahi. Sebagian besar telur yang Anda
beli adalah telur yang tidak dibuahi.
2. Telur yang berwarna cokelat,
muncul dari ayam yang berwarna cokelat juga
Hal ini tidak salah, tapi tak melulu benar. Telur yang
sering kita konsumsi yang berwarna cokelat, juga bisa datang dari ayam berwarna
putih, ataupun hitam.
Yang berpengaruh atas warna telur yang diproduksi bukanlah
bulu ayam tersebut, namun warna telinganya. Yap, ayam juga memiliki telinga,
dan warna tersebut adalah cara paling mudah untuk memprediksi warna telur.
Seekor ayam dengan telinga berwarna putih, akan menghasilkan telur berwarna
putih. Sedangkan ayam dengan telinga berwarna merah, akan menghasilkan telur
berwarna cokelat.
3. Kuning telur tidak baik
untuk kesehatan tubuh
Merupakan hal yang benar jika
kuning telur mempunyai kandungan yang sangat tinggi di lemak dan kolesterol. Namun para ilmuwan akhirnya mengetahui bahwa memakan
makanan yang mengandung kolesterol tak selalu meningkatkan kolesterol darah,
serta tak semua lemak itu jahat. Sebaliknya, kuning telur mengandung banyak
sekalu protein dan vitamin yang bisa jadi salah satu diet jantung sehat bagi banyak orang.
4. Ayam yang tidak dikandang
adalah ayam yang lebih 'bahagia' dan sehat
Sebenarnya tidak pernah ada produk ayam yang kita konsumsi
tanpa proses pengandangan. Jadi konsep 'ayam yang tidak dikandang' atau 'cage
free' adalah konsep yang salah kaprah. Bahkan ayam kampung pun memiliki
kandang, namun lebih besar dan dijauhkan dari pemukiman manusia.
5. Telur berwarna putih lebih
baik ketimbang telur berwarna cokelat
Sebenarnya warna dari telur yang diproduksi sama sekali tak
ada hubungannya dengan nutrisi yang ada di dalamnya. Dua hal yang mempengaruhi
kualitas telur adalah kesehatan dari ayam dan apa yang dia makan sehari-hari.
Nutrisi dari setiap telur mungkin sama, namun kualitas bisa
dilihat dari warna kuning telurnya. Jika kuning telur berwarna kuning, hal
tersebut menandakan bahwa si ayam memakan makanan yang kurang sehat dan kurang
mendapat sinar matahari. Jika telur ayam berwarna oranye, ayam mendapat asupan
nutrisi dan sinar matahari yang cukup
BAB
II
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Puyuh Petelur
(Coturnix-coturnix japonica) Puyuh Coturnix-coturnix japonica termasuk dalam
ordo Galliformes famili Phasianidae. Puyuh betina memiliki ciri yaitu berbulu
dada putih dengan bercak gelap. Penampilan puyuh jantan dan betina Coturnix
coturnix japonica sangat mudah dibedakan. Puyuh jantan memiliki ciri yaitu
bewarna gelap termasuk bagian pipi dimana tidak dijumpai pada betina (Mills
dkk., 1997). Puyuh jenis ini memiliki penampilan yang mirip dengan puyuh-puyuh
Eropa. Jenis-jenis puyuh yang terdapat di Indonesia adalah Coturnix coturnix
japonica (puyuh petelur), Coturnix chinensis atau King Quail, Arborophila
javanica dan Arborophila orientalis (Dewansyah, 2010). Puyuh dapat hidup
optimal pada suhu C dan kelembaban 30-80% dengan masa produksi hingga 18 bulan
(Wuryadi, 2013). Puyuh dapat mulai bertelur pada umur hari dan produksi telurnya
hingga butir/ekor/tahun dengan berat telur 10 gram (Yuniarti dkk., 2016).
Kisaran bobot puyuh betina dan jantan adalah gram dan gram dengan jumlah
konsumsi 11,62-13,50 gram/ekor/hari pada umur 3-6 minggu (Panjaitan dkk.,
2012). Fase puyuh dimulai dari fase starter umur 0-2 minggu, fase grower 3-5
minggu dan fase layer lebih dari 6 minggu (Altine, 2016). Kandungan protein
telur puyuh cukup tinggi yaitu 13,35% (Ketaren, 2007), lebih tinggi dari telur
ayam dan itik yaitu 12,14% dan 12,81% (Chen, 1996). Setiap puyuh dengan fase
yang berbeda membutuhkan pakan yang berbeda.
2 2.2. Pakan
Puyuh Syarat pakan yang baik adalah mempunyai nilai gizi yang tinggi, mudah
diperoleh, mudah diolah, mudah dicerna, harga relatif murah dan tidak
mengandung racun (Anggraeni dan Abdulgani, 2013). Pakan yang dikonsumsi
digunakan untuk hidup pokok, pertumbuhan, produksi dan sisanya dikeluarkan
sebagai bentuk sisa metabolisme (Tugiyanti, 2005). Pakan puyuh harus
disesuaikan sesuai fase dan tujuan pemeliharaan. Pakan puyuh saat produksi
digunakan untuk hidup pokok, produksi telur dan pertumbuhan organ reproduksi.
Puyuh starter yang membutuhkan pakan dengan kandungan protein 19%, lemak 7%,
serat kasar 6,5% dan energi metabolis kkal/kg (SNI, 2006). Puyuh grower yang
membutuhkan pakan dengan kandungan protein 17%, lemak 7%, serat kasar 7% dan
energi metabolis kkal/kg (SNI, 2006). Puyuh layer yang membutuhkan pakan dengan
kandungan protein 17%, lemak 7%, serat kasar 7% dan energi metabolis kkal/kg
(SNI, 2006). Pembatasan pakan dilakukan agar tidak terjadi penimbunan lemak
berlebih dan dewasa kelamin dini yang mengakibatkan prolapsus dan kecilnya
ukuran telur pada masa produksi (Hertamawati, 2006). Fungsi khusus pakan,
terutama kandunganprotein digunakan untuk pembentukan hormon reproduksi seperti
GnRh (gonadotropin-releasing hormone) yang disusun asam-asam amino (King dan
Millar, 1982), LH (luteinizing hormone) dan FSH (follicle stimulating hormone)
yang merupakan hormon glikoprotein (Burke dkk., 1979). Protein diperlukan dalam
perkembangan organ reproduksi (Panjaitan dkk., 2012). Protein dalam pakan juga
digunakan sebagai
3 penyusun
protein telur yaitu ovadin, ovomucoid dan conalbumin (Mohammadpour dan
Keshtmandi, 2008) Limbah Udang Menurut Fanimo dkk. (1996) Limbah udang terdiri
dari kepala, kaki, cangkang udang yang kaya dengan lisin (Fanimo dkk., 1999). Limbah
udang padat merupakan hasil sampingan dari industri udang beku mapun udang yang
telah dimasak (Choorit dkk., 2008)Produksi limbah udang di Indonesia mencapai
ton/tahun, 4% dari produksi udang ton/tahun (Dirjen Kelautan dan Perikanan,
2010). Banyaknya limbah udang dapat dimanfaatkan sebagai sumber untuk produksi
enzim, asamlaktik dan produksi kitin (Duan et.al., 2012; Kandra dkk., 2012)
Pemanfaatan Limbah Udang sebagai Pakan Limbah udang mengandung kitin yang
merupakan polisakarida yang terdiri dari β-1,4 N asetil-d-glukosamin (Matsumoto
dkk., 2003). Kitin bewarna putih, tidak berasa, tidak berbau dan tidak larut
air, pelarut organik umumnya, asamasam anorganik dan basa encer (Rahayu dan
Purnavita, 2007) sehingga sulit dicerna oleh unggas. Limbah udang juga
mengandung kitosan yang merupakan kitin terdeasetilasi yang memiliki masa
molekul yang tinggi, viskositas tinggi dan sulit untuk diasorbsi pada keadaan
in vivo (Khanafari dkk., 2008). Kandungan limbah udang yaitu protein kasar
36,75%, lemak kasar 5,72%, serat kasar 14,49%, Ca (kalsium) 13,99% dan P
(fosfor) 1,28% (Palupi, 2005).Limbah udang
4 mengandung
pigmen karotenoid, khususnya astaxanthin yang berfungsi mencegah oksidasi asam
lemak esensial tidak jenuh, membantu reaksi imunologi, reproduksi serta
mencegah degenerasi penyakit mata dan atherosclerosis (Khanafari dkk., 2008)
Pengolahan Limbah Udang sebagai Pakan Pengolahan kitin dalam limbah udang
diperlukan agar dapat dijadikan pakan. Salah satu cara untuk menguraikan kitin
adalah dengan enzim kitinase yang dapat menghidrolisa senyawa polimer kitin
menjadi kitin oligosakarida (monomer N-asetil glukosamin) (Pratiwi dkk., 2015)
yang dapat dipecah lagi menjadi glukosamin. Penelitian sebelumnya yang
dilakukaan oleh Palupi dan Imsya (2011) menggunakan Trichoderma viridae untuk
fermentasi tepung limbah udang dan menunjukan hasil terbaik pada penggunaan
inokulum 4% dengan waktu fermentasi 48 jam yang dapat meningkatkan kadar
menjadi protein 41,27%, daya cerna protein 81,24% serta kandungan kitin menjadi
3,01%. Pengolahan kitin dengan menggunakan Trichoderma sp. produk komersial
dapat menurunkan kitin dari 12% menjadi 11%. Asetilglukosamin merupakan
komponen dari glikoprotein (Jeen dkk., 2010). Limbah udang juga mengandung
kitosan (Saenab dkk., 2010). Kitosan dalam bentuk FERMKIT (fermented
chitin-chitosan) dapat meningkatkan perkembangan oviduk (Khajarern dkk., 2003).
Limbah udang juga dapat difermentasi dengan Aspergillus niger untuk
meningkatkan bobot ayam broiler (Djunaidi, 2009).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar